Warna memiliki tiga dimensi, yaitu berupa warna yang tersusun dari hasil percampuran hitam putih sebagai porosnya, lingkaran warna yang melingkari poros, dan skala warna yang bergerak menuju poros (Darmaprawira, 2002:51). Oleh sebab itu, dimensi warna pun dapat dilihat dari tiga dimensi warna versi Munsell, yaitu dimensi nama warna (hue), dimensi nilai (value), dan dimensi intensitas (chroma). Hal ini pun sesuai dengan pendapat Maitland Graves dalam bukunya, The Art of Color and Design (dalam Darmaprawira, 2002:61), yang membedakan ketiga dimensi warna sebagai berikut.
Hue is the name of color. Value is the brightness or luminosity of color. Chroma is the strength, intensity, or purity of a color.
Penjelasan tiap dimensi warna versi Munsell dapat dilihat dalam pemaparan dimensi-dimensi warna versi Munsell sebagai berikut.
1. Dimensi Nama Warna (hue)
Sebelum data Munsell distandardisasikan, nama-nama warna diberikan berdasarkan warna alamiah yang dimilikinya, misalnya, warna hijau alpokat untuk menunjukkan warna hijau yang menyerupai warna buah alpokat. Dengan mengetahui nama-nama warna tersebut, identifikasi warna bisa dikenal dengan mudah karena dengan namanya warna dapat dibedakan antara satu unsur dengan lainnya, misalnya adanya nama warna merah berarti dapat dibedakan dengan warna kuning, hijau, atau biru (Darmaprawira, 2002: 53). Pada keadaan dimensi satu, nama-nama warna dalam sistem penamaan warna Munsell belum diberi simbol secara numerik karena belum ada nilai dan tingkat kekuatan (intensitas) (Darmaprawira, 2002:57). Dengan demikian, nama-nama warna sebagai dimensi pertama pun disebutkan tanpa diikuti oleh penanda nilai (value) atau intensitas (chroma).
Dalam penelitian berjudul Desain Warna, Susunan, dan Fungsinya (Affendi, 1978:70 dalam Darmaprawira, 2002:54), terdapat beberapa nama warna yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat, yaitu sebagai berikut.
bodas beureum bulao kasumba gandaria bulao saheab/ bulao langit beureum ati hejo lukut hejo paul | = putih = merah = biru = merah ros = ungu muda = biru muda = merah tua = hijau lumut = hijau kebiruan | hideung hejo koneng kayas gedang asak pulas haseup beureum cabe gading paul | = hitam = hijau = kuning = ros muda = kuning jingga = abu-abu kebiruan = merah tua = kuning muda = biru ultramarin |
Sementara itu, dalam penelitian yang berjudul Susunan Warna Lokal di Beberapa Daerah di Indonesia (Affendi, 1982:78—79) pun terdapat beberapa nama tambahan dari nama-nama warna yang telah disebutkan dalam Desain Warna, Susunan, dan Fungsinya, yaitu koneng enay,hejo ngagedod, gandola, borontok, coklat kopi atau pulas kopi, candramawat, dan bulu hiris.
2. Dimensi Nilai atau Derajat (value)
Nilai warna diambil dari bahasa Inggris, value, yaitu tingkatan atau urutan kecerahan suatu warna. Nilai tersebut akan membedakan kualitas tingkat kecerahan warna, misalnya ia akan membedakan warna merah murni dengan warna merah tua (gelap) atau dengan warna merah muda (terang). Tingkatan nilai yang biasa digunakan adalah sembilan tingkat mulai dari tingkatan tercerah, yaitu putih, melalui deretan abu-abu, sampai pada tingkatan tergelap, yaitu hitam (Darmaprawira, 2002 : 58).
Warna putih merupakan warna yang memiliki nilai tertinggi sehingga tidak ada warna lain yang mempunyai nilai setinggi putih, sedangkan warna hitam merupakan warna yang memiliki nilai terendah sehingga tidak ada warna lain yang mempunyai nilai segelap atau serendah hitam. Sementara itu, abu-abu merupakan nilai yang paling netral yang berada pada tingkatan kelima, yaitu empat tingkat di bawah putih dan empat tingkat di atas hitam. Bila dimensi kedua nilai ini dimasukkan ke dalam skema lingkaran warna, warna akan berubah nilai skalanya secara gradual, nilai tertinggi di puncaknya dan nilai terendah atau tergelap paling bawah (Darmaprawira, 2002 : 58).
Percampuran warna dengan hitam, putih, atau abu-abu akan menghasilkan tiga tingkat kecerahan warna, yaitu deretan warna cerah (tints), deretan warna nada (tones), dan deretan warna gelap (shades). Dengan menambahkan nilai pada warna melalui pencampuran pigmen menurut ukuran yang tepat, dapat dihasilkan tingkatan kecerahan warna yang kelak masing-masing warna akan mempunyai kekuatan atau intensitas (Darmaprawira, 2002:60).
3. Dimensi Khroma atau Intensitas (chroma)
Dimensi ketiga adalah intensitas, yaitu suatu hal yang menyatakan kekuatan atau kelemahan warna, daya pancar warna dan kemurnian warna. Dengan kata lain, intensitas adalah kualitas warna yang menyebabkan warna itu berbicara, berteriak, atau berbisik dalam nada yang lembut. (Darmaprawira, 2002: 61).
Chroma merupakan ukuran kekuatan dan kelemahan (strength dan weakness) atau kekayaan dan kemiskinan (richness and poorness) suatu warna. Ukuran ini membedakan warna lebih merah (more red) dan kurang merah (less red), yaitu ukuran persentasi kualitas keberadaan jatidiri suatu warna. Dengan demikian, chromaticity merupakan atribut sensasi visual suatu warna asli bisa dilihat tanpa bergantung pada gelap dan terang atau tanpa pengaruh putih dan hitam. Chromaticity disebut juga kepenuhwarnaan (colorfulness) karena chromaticity merupakan ukuran identifikasi hue dalam suatu warna. Suatu warna tanpa chromaticity adalah akromatik atau monokromatik dan akan tampak kelabu atau kabus (Dimas, 2010:1).
Sumber:
Affendi, Yusuf. 1982. Susunan Warna Lokal di Beberapa Daerah di Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Darmaprawira, Sulasmi. 2002. Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya ed. Kedua. Bandung: Penerbit ITB
Darmaprawira, Sulasmi. 2002. Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya ed. Kedua. Bandung: Penerbit ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar