Dalam meneliti kekerabatan bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Alor, dan Kalimantan Selatan, langkah pertama yang dilakukan adalah menjaring data kebahasaan pada daerah-daerah tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Nusa Tenggara Timur (Bahasa I & II)
Bahasa dari dua desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang saya ambil sebagai data dalam tulisan ini adalah bahasa di Desa Camplong 1 (I) dan Desa Teun Baun (II). Kedua desa inimenggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Timor Dawan. Bahasa Dawan sebagai salah satu bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur digunakan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan sebagian wilayah Kabupaten Belu.
2. Kalimantan Timur (Bahasa III & IV)
Bahasa dari dua desa di Provinsi Kalimantan Timur adalah Desa Paking (III) dan Desa Long Lasan (IV). Desa Paking menggunakan bahasa Punan, sedangkan Desa Long Lasan menggunakan bahasa bahasa Puak.
3. Alor (Bahasa V & VI)
Bahasa dari dua desa di Alor yang saya ambil sebagai data dalam tulisan ini adalah bahasa di Desa Kalondama (V) dan Kabir (VI). Desa Kalondama terletak di Kecamatan Perwakilan Pantar, Alor. Desa Kalondama berbahasa Hamma dan dibatasi oleh satu bahasa, yaitu bahasa Tubbal di sebelah selatan, sedangkan di sebelah timur, utara, dan barat desa itu masih berbahasa Hamma. Sementara itu, Desa Kabir terletak di Kecamatan Pantar, Alor. Desa Kabir yang berbahasa Klamu dikelilingi oleh tiga bahasa berbeda, yaitu bahasa Bukalabang di sebelah timur, bahasa Pandai di sebelah utara, dan bahasa Tolang Taiwa’a di sebelah selatan, sedangkan di sebelah barat belum tercatat nama bahasa yang dipakai.
4. Kalimantan Selatan (Bahasa VII & VIII)
Bahasa dari dua desa di Provinsi Kalimantan Selatan yang saya ambil sebagai data dalam tulisan ini adalah bahasa di Desa Loksado (VII) yang berbahasa dialek Bukit dan Desa Gunung Malaban (VIII) berbahasa dialek Bugis.
Unsur yang paling penting dalam membandingkan dua bahasa atau lebih adalah mengumpulkan daftar kosa kata dari bahasa-bahasa yang akan diteliti. Daftar yang baik adalah daftar yang disusun oleh Morris Swadesh yang berisi 200 kata. Daftar tersebut membawa keuntungan dalam penelitian karena terdiri dari kata-kata yang nonkultural serta retensi kata dasarnya telah diuji dalam bahasa-bahasa yang memiliki naskah-naskah tertulis (Keraf, 1991: 126).
Dalam membandingkan kata-kata untuk menetapkan kata-kata mana yang merupakan kata kerabat dan mana yang tidak, maka perlu dikemukakan lagi suatu asumsi lain dalam metode perbandingan, yaitu: fonem bahasa proto yang sudah berkembang secara berlainan dalam bahasa-bahasa kerabat, akan berkembang terus secara konsisten dalam lingkungan linguistis masing-masing bahasa kerabat. Oleh sebab itu, dalam rangka perbandingan itu, fonem-fonem dalam posisi relative sama dibandingkan satu sama lain. Bila mereka mempunyai hubungan genetis, maka pasangan fonem-fonem tersebut akan timbul kembali dalam banyak pasangan lain. Tiap pasangan yang sama yang selalu timbul dalam hubungan itu, dianggap merupakan pantulan suatu fonem atau alofon dalam bahasa protonya (Keraf, 1991: 127).
Untuk menetapkan kata-kata kerabat (cognates) dari bahasa-bahasa yang diselidiki, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut:
a. Gloss yang tidak diperhitungkan
Glos yang tidak diperhitungkan itu adalah katakata kosong, yaitu glos yang yang tidak ada katanya baik dalam salah satu bahasa maupun dalam kedua bahasa. Kedua, semua kata pinjaman entah dari bahasa-bahasa kerabat maupun dan bahasa-bahasa non-kerabat. Ketiga, kata-kata jadian pada sebuah kata benda atau mengenai sebuah kata benda memperlihatkan bahwa kata itu bukan kata dasar. Keempat, bila dalam gloss ada dua kata yang sama, yang satu merupakan kata dasar dan lain kata jadian dengan dasar yang sama, maka gloss untuk kata dasar yang diperhitungkan, sedangkan kata jadiannya tidak diperhitungkan (Keraf, 1991: 127—128).
b. Pengisolasian Morfem Terikat
Bila dalam data-data yang telah dikumpulkan itu terdapat morfem-morfem terikat, maka sebelum mengadakan perbandingan untuk mendapatkan kata kerabat atau non-kerabat, semua morfem terikat itu harus diidsolir terlebih dahulu (Keraf, 1991: 128).
c. Penetapan Kata Kerabat
Bila kedua prosedur di atas telah dikerjakan, baru dimuali perbandingan antara pasangan-pasangan kata dalam bahasa-bahasa tersebut untuk menetapkan apakah pasangan-pasangan itu berkerabat atau tidak. Sebuah pasangan kata akan dinyatakan sebagai kata kerabat bila memenuhi salah satu ketentuan berikut:
· Pasangan itu identik
Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul, misalnya gloss anak dalam bahasa di Desa Long Lasan (Kalimantan Timur) dan Loksado (Kalimantan Selatan) adalah sama, yaitu anak.
· Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis
Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat. Dalam hubungan ini okurensi fonem-fonem yang menunjukkan korespondensi itu dapat mengikutsertakan gejala-gejala kebahasaan yang lain yang disebut ko-okurensi. Dalam kedua hal itu, kita harus menangkap hal-hal itu dengan cermat, agar jangan sampai ada kata kerabat yang dimasukkan dalam kelompok kata yang tidak berkerabat (Keraf, 1991: 129). Misalnya, gloss abu dalam beberapa bahasa Cam plong 1 dan Paking, yaitu afu dan afuh.
· Kemiripan secara fonetis
Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat (bandingkan dengan macam-macam perubahan fonetis dan morfemis dalam bahasa). Yang dimaksud dengan ‘mirip secara fonetis’ adalah bahwa cirri-ciri fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap sebagai alofon (Keraf, 1991: 129). Misalnya, gloss bunga dalam bahasa Long Lasan dan Kabir, yaitu buŋa dan buma. Fonem /ŋ/ dan /m/ dapat merupakan alofon karena cara berartikulasi keduanya sama, yaitu nasal.
· Satu fonem berbeda
Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang (Keraf, 1991: 129).
Metode leksikostatistik, yaitu suatu teknik dalam pengelompokkan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain, bukan semata-mata merupakan metode untuk menentukan waktu pisah dua bahasa kerabat, tetapi ia juga menjadi metode untuk mengadakan pengelompokan bahasa-bahasa kerabat. Dengan menggunakan dasar-dasar leksikostatistik, Swadesh mengusulkan suatu klasifikasi untuk menetapkan kapan dua bahasa disebut dialek, kapan sekelompok bahasa disebut keluarga bahasa (language family), bilamana sekelompok bahasa termasuk rumpun bahasa (stock) dan sebagainya (Keraf, 1991: 134). Klasifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Tingkatan bahasa | Waktu pisah dalam abad | Persentase kata kerabat |
Bahasa (language) Keluarga (family) Rumpun (stock) Mikrofilum Mesofilum Makrofilum | 0—5 5—25 25—50 50—75 75—100 100—ke atas | 100—81 81—36 36—12 12—4 4—1 1—kurang dari 1% |
Klasifikasi Swadesh seperti dikemukakan di atas hanya berlaku sebagai dasar. Yang akan dicapai dengan metode ini adalah klasifikasi nyata atas bahasa-bahasa kerabat sehingga jelas bagaimana kedudukan atau hubungan antara bahasa-bahasa itu satu sama lain. Untuk maksud tersebut, akan dikemukakan klasifikasi beberapa bahasa di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Alor. Untuk melihat prosedur pengelompokannya, pertama akan dilihat distribusi persentase kekerabatan antara bahasa-bahasa tersebut, baru kemudian disajikan bagaimana pengelompokan bahasa-bahasa tersebut.
Distribusi persentase kata-kata kerabat antara bahasa-bahasa daerah Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Alor adalah sebagai berikut:
Jika melihat data-data di atas, tampak bahwa persentase kata kerabat terbesar adalah antara bahasa di Desa Camplong 1 dan Teun Baun sebesar 88%, dan antara bahasa di Desa Paking dan Desa Long Lasan sebesar 59%. Sebab itu, antara Camplong 1—Teun Baun dan Paking—Long Lasan langsung ditarik garis yang menghubungkan masing-masing kelompok itu. Selanjutnya, persentase antara Kalondama—Kabir sebesar 55%, sedangkan antara Kalondama dan Kabir dengan bahasa-bahasa lainnya, yaitu Camplong 1, Teun Baun , Pa king, Long Lasan, Loksado, dan Gunung Malaban lebih kecil dari persentase Kalondama—Kabir. Dengan demikian, dapat ditarik garis antara Kalondama dan Kabir. Selanjutnya, persentase Loksado—Gunung Malaban sebesar 43%, sedangkan persentase antara Loksado dan Gunung Malaban dengan bahasa-bahasa lainnya lebih kecil dari persentase Loksado—Gunung Malaban sehingga dapat ditarik garis yang menghubungkan antara Loksado dan Gunung Malaban. Dengan demikian, kedelapan bahasa tersebut terbagi atas empat kelompok, yaitu kelompok bahasa Nusa Tenggara Timur (Bahasa I & II), kelompok bahasa Kalimantan Timur (Bahasa III & IV), kelompok bahasa Alor (Bahasa V & VI), dan kelompok bahasa Kalimantan Selatan (VII & VIII).
Selanjutnya, dicari hubungan terdekat antara bahasa-bahasa yang berkerabat tertinggi tersebut dengan bahasa-bahasa lain. Dengan menggunakan bahasa-bahasa di atas sebagai pijakan, bahasa-bahasa lain dihubungkan dengan bahasa-bahasa tersebut. Bahasa yang paling dekat dengan Paking—Long Lasan adalah Loksado—Gunung Malaban karena persentase kekerabatannya paling tinggi, yaitu sebesar 28%.jika dibandingkan dengan kelompok bahasa lain, seperti kelompok bahasa Camplong 1—Teun Baun sebesar 24% atau dengan Kalondama—Kabir sebesar 10%. Kelompok bahasa yang paling dekat dengan Paking—Long Lasan—Loksado—Gunung Malaban adalah Cam plong 1—Teun Baun sebesar 24% daripada dengan Kalondama—Kabir sebesar 12%.
Berdasarkan data-data tersebut maka pada kelompok pertama Cam plong 1-Teun Baun-Paking-Long Lasan-Loksado-Gunung Malaban, garis kerabat yang mula-mula dipertalikan adalah Paking—Long Lasan dengan Loksado—Gunung Malaban pada rata-rata 28% (yaitu 27% + 35% + 22% + 27% dibagi 4), dan Camplong 1—Teun Baun dipertalikan dengan keempat bahasa tersebut pada 24% (yaitu 28% + 25% + 22% + 27% + 24% + 21% + 18% + 24% dibagi 8). Pada kelompok kedua, bahasa-bahasa yang dipertalikan adalah Kalondama dan Kabir, yaitu 55%. Akhirnya, kedua kelompok itu dipertalikan pada tingkat rata-rata 12% kata kerabat (yaitu, 8% + 14% + 13% + 11% + 10% + 9% + 11% + 12% + 10% + 10% + 15% + 15% dibagi 12).
Demikianlah gambaran singkat hubungan kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Alor. Berdasarkan hubungan kekerabatan tersebut, disusunlah diagram silsilah kekerabatan bahasa-bahasa daerah berikut.
Setelah melihat hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di atas, bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Alor dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Dari 8 bahasa di daerah tersebut terdapat 7 bahasa yang dipakai oleh masyarakat di daerah tersebut. Sementara itu, bahasa di Desa Cam plong 1 (I) dan Teun Baun (II) merupakan dialek dari satu bahasa yang sama, yaitu bahasa Timor Dawan karena persentase kekerabatannya sebesar 88%. Dengan demikian, bahasa-bahasa dari delapan desa di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Alor adalah bahasa Timor Dawan (Desa Camplong 1 dan Teun Baun), bahasa Punan (Desa Paking), bahasa Puak (Desa Long Lasan), bahasa Hamma (Desa Kalondama), bahasa Klamu (Desa Kabir), bahasa Bukit (Desa Loksado), dan bahasa Bugis (Desa Gunung Malaban).
Dari data kebahasaan di atas, kita dapat mengetahui bahwa bahasa-bahasa tersebut merupakan 3 keluarga bahasa yang berbeda. Adapun ketiga keluarga bahasa tersebut dapat kita lihat dengan tanda K1 (keluarga bahasa daerah Nusa Tenggara Timur), K2 (keluarga bahasa daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan), dan K3 (Keluarga bahasa daerah Alor). Selain itu, data tersebut pun memperlihatkan adanya dua rumpun bahasa yang berbeda, yaitu R1 (Rumpun bahasa-bahasa di Nusa tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan) dan R2 (Rumpun bahasa di Alor).
Daftar Pustaka
Kawi, Djantera, dkk. 2002. Penelitian Kekerababatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia: Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Kawi, Djantera, dkk. 2002. Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia: Provinsi Kalimantan Timur. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Historis Bandingan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Lauder, Multamia R.M.T., dkk. 2000. Penelitian Kekerababatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia: Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Martis, Non, dkk. 2000. Monografi Kosakata Dasar Swadesh di Kabupaten Alor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Lampiran
Penghitungan kekerabatan bahasa: | ∑ (+) 100-∑ (0) | X 100% |
1—2: | 77 100-12 | X 100% | = 88% | 3—5: | 8 100-18 | X 100% | = 10% | |
1—3: | 25 100-11 | X 100% | = 28% | 3—6: | 8 100-9 | X 100% | = 9% | |
1—4: | 23 100-13 | X 100% | = 25% | 3—7: | 26 100-4 | X 100% | = 27% | |
1—5: | 6 100-23 | X 100% | = 8% | 3—8: | 21 100-6 | X 100% | = 22% | |
1—6: | 12 100-14 | X 100% | = 14% | 4—5: | 9 100-19 | X 100% | = 11% | |
1—7: | 20 100-8 | X 100% | = 22% | 4—6: | 11 100-8 | X 100% | = 12% | |
1—8: | 24 100-12 | X 100% | = 27% | 4—7: | 34 100-4 | X 100% | = 35% | |
2—3: | 22 100-9 | X 100% | = 24% | 4—8: | 25 100-7 | X 100% | = 27% | |
2—4: | 19 100-11 | X 100% | = 21% | 5—6: | 45 100-18 | X 100% | = 55% | |
2—5: | 11 100-17 | X 100% | = 13% | 5—7: | 8 100-16 | X 100% | = 10% | |
2—6: | 10 100-11 | X 100% | = 11% | 5—8: | 8 100-19 | X 100% | = 10% | |
2—7: | 12 100-5 | X 100% | = 18% | 6—7: | 14 100-6 | X 100% | = 15% | |
2—8: | 22 100-9 | X 100% | = 24% | 6—8: | 14 100-7 | X 100% | = 15% | |
3—4: | 54 100-8 | X 100% | = 59% | 7—8: | 41 100-3 | X 100% | = 43% |
Dengan demikian, distribusi persentase kata-kata kerabat antara bahasa-bahasa daerah Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Alor adalah sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar